Arsip Balai Tambeh - Arsip Tulisan Pak T.A. Sakti

Selamat datang di Arsip Balai Tambeh. Di sini, saya mencoba mengarsipkan tulisan-tulisan Pak T.A. Sakti yang berserakan di Dunia WAG

1) Aksara Aceh = Harah Jawoe

Semoga Lewat Penerapan Qanun Bahasa Aceh dengan Serius, Sembuhlah Beragam “Penyakit Kronis Bahasa Aceh” Hingga Bermartabat Kembali!


“Berkali-kali seminar, kongres, diskusi dan workshop telah dilaksanakan yang kesimpulannya antara lain mendesak “Pemda Aceh” agar menyeragamkan ejaan Bahasa Aceh, namun selalu nihil hasilnya”.

Oleh: T.A. Sakti

INSTRUKSI Gubernur Aceh nomor 05/INSTR/2023 tentang Penggunaan Bahasa Aceh, Aksara Aceh dan Sastra Aceh disambut masyarakat Aceh dengan antusias. Hal ini terkesan dari banyaknya komentar dan silang pendapat dalam ruang dunia maya alias medsos.

Salah satu hal yang diperbincangkan warganet adalah maksud dari Aksara Aceh. Banyak di antara mereka bertanya mana yang disebut Aksara Aceh. Lalu, sebagian menjawab bahwa Aksara Aceh adalah penulisan bahasa Aceh dalam huruf Latin yang menggunakan tanda diakritik atau apostrof seperti yang diajarkan orientalis Belanda Snouck Hurgronje.

Saya yakin, sebagian peserta yang berdakwa-dakwi tentang Aksara Aceh belum membaca Instruksi Gubernur Aceh bertanggal 21 Maret 2023/29 Sya’ban 1444 H itu secara tuntas. Sebab, dalam instruksi butir kelima telah diterangkan, bahwa Aksara Aceh berhuruf Arab – Jawi alias Aksara Aceh sama dengan harah Jawoe (huruf Jawi) atau aksara Arab Melayu , disebut juga Arab Pegon (Arab menyimpang) dalam sebutan orang Jawa. Disebut menyimpang, karena huruf Arab asli sudah dibuat beberapa penyesuaian.
Bunyi Instruksi kelima sebagai berikut: “Bupati/Walikota, Kepala SKPA, Kakanwil Kementerian/Non Kementerian Provinsi Aceh, Kepala Biro, Pimpinan BUMN dan Perbankan serta BUMA untuk menerapkan Aksara Aceh berhuruf Arab – Jawi pada penulisan nama kantor pada instansi Saudara sebagai pelengkap dari penulisan nama dalam bahasa Indonesia”.

Bukan hal baru
Pemakaian Aksara Aceh yang berhuruf Arab – Jawi sudah amat tepat bila dikaji dari segala sudut pandang; baik dari arus sejarah, agama Islam, budaya dan adat istiadat Aceh. Bahwa huruf Arab Jawi sudah bertapak di Aceh sudah berabad-abad yang lampau, yakni sejak masuknya agama Islam di daerah ini.

Penggunaan aksara yang bukan berasal dari bumi asli setempat, bukanlah hal baru dalam sejarah beragam aksara yang ada di dunia sampai sekarang. Huruf Palawi lahir dan berkembang di negeri Persia kuno. Ketika huruf ini masuk ke India, setelah mengalami sejumlah modifikasi, maka namanya berubah menjadi aksara Pallawa, yang digunakan untuk menulis ajaran-ajaran Hindu dan Budha.

Pada waktu agama Hindu dan Budha berkembang di Jawa dan Bali, huruf asal India ini berganti nama menjadi Aksara Jawa dan Aksara Bali. Seiring berkembangnya di nusantara, agama Budha juga masuk ke beberapa negara kawasan Asia Tenggara; seperti ke negeri Gajah Putih, Thailand, Kamboja, Myanmar, Vietnam dan Laos.

Di negeri-negeri wilayah Asia Tenggara ini pun, huruf Pallawa menerima seleksi sebagai bentuk “disesuaikan” dan namanya pun berganti menurut kesepakatan masyarakat setempat. Dalam banyak dimonstrasi yang disiarkan media massa, warga Thailand membawa spanduk yang tertulis dalam aksara “Pallawa”, yang telah dipermak tentunya.

Mari kita berpaling ke wilayah Asia Timur. Huruf induk di wilayah ini adalah aksara Kanji yang lahir dan berkembang di Tiongkok, yang dalam bahasa Mandarin disebut Hanzi. Di saat huruf Kanji beranjak ke Jepang untuk kepentingan penulisan ajaran agama Shinto, pada masa awal kehadirannya aksara Kanji yang telah diubah ini diberi nama huruf Hiragana. Pada perkembangan selanjutnya, dengan penyesuaian lebih ekstrim, aksara ini bernama aksara Katakana. Tokoh pembaharuan huruf Kanji di Jepang adalah pendeta, baik dari agama Shinto atau agama Budha.

Aksara yang digunakan di Semenanjung Korea (negara Korea Selatan dan Korea Utara) juga berasal dari huruf Kanji asal Cina. Di Korea huruf asal Tiongkok ini disebut Hanja. Setelah mengalami perubahan d i Korea Selatan diberi nama Hangul dan di Korea Utara disebut Joson-gul. Pelopor perubahan aksara Cina ke huruf Korea adalah raja Sejong yang Agung pada abad ke 15, tepatnya pada tahun 1443.

Begitulah, dengan segala bentuk modifikasi terhadap huruf induk, maka masing-masing wilayah sudah mengklaim, bahwa mereka memiliki aksara sendiri. Sesuai dengan beberapa contoh di atas, maka muncullah pengakuan nama atau istilah: Aksara Jawa, Aksara Bali, Aksara Thailand, Aksara Kamboja, Aksara Myanmar, Aksara Vietnam, Aksara Laos, Aksara Jepang, Aksara Korea Selatan dan Aksara Korea Utara.

Sehubungan dengan maraknya penjajahan Barat di Asia Tenggara dan Asia Timur, maka sebagian negeri-negeri tersebut di atas sudah beralih ke huruf Latin dan beberapa lagi memakai dwi aksara, baik huruf warisan leluhur maupun aksara Latin.
Sementara itu huruf Arab asli juga mengalami modifikasi untuk menulis bahasa Aceh dan bahasa Melayu/Indonesia.

Huruf Arab Melayu
Aceh adalah pelopor aksara Arab Melayu di Asia Tenggara. Hal ini bersebab Aceh merupakan wilayah pertama berkembangnya agama Islam di wilayah ini.
Sebagai umat Islam, pada mula mereka diperkenalkan kepada kitab suci Alquran dan Hadits. Kedua sumber ajaran Islam itu terekam dalam huruf dan bahasa Arab. Sejak itu berkembanglah huruf Arab dan bahasa Arab di Aceh.

Bagi memperluas ajaran Islam dan pengetahuan masayarkat, para ulama Aceh menulis berbagai kitab dalam bahasa Melayu dan Arab dengan menggunakan huruf Arab. Mengapa mereka mengarang dalam bahasa Melayu, bukan dalam bahasa Aceh?. Sebab, menulis kitab dalam bahasa Aceh lebih kecil area penyebarannya – hanya di wilayah Aceh saja. Sementara tulisan dalam bahasa Melayu bisa dibaca masyarakat muslim di seluruh Asia Tenggara. Jadi, sejak dulu, para ulama Aceh sudah berwawasan global, mendunia.

Beberapa kisah sejarah Islam dan kitab agama dalam bahasa Melayu warisan para ulama Aceh tempo dulu, yang masih dikenal hingga sekarang; misalnya Kisasul Ambia (Kisah para Nabi), Kisah Nabi Muhammad dan para Sahabat, Hikayat Nur Muhammad, Hikayat Amir Hamzah, Kitab Masailal, Kitab Bidayah, Kitab Delapan dan lain-lain.

Cukup lama, bisa dikatakan melintasi abad para ulama Aceh mengayun pena dalam huruf Arab asli tanpa modifikasi atau penyusuaian apa pun. Jangankan buat menulis dalam bahasa Melayu, dalam bahasa Jawa pun para ulama di sana juga menulis dalam huruf Arab asli. Padahal dalam bahasa Jawa banyak kata-katanya berbunyi (o).



Aksara asli Arab yang berjumlah 29 huruf itu bisa dipakai untuk menulis bahasa apa pun, asal mau dibaca dengan hati-hati pada mulanya, dan kemudian mampu dibaca dengan lancar karena sudah terbiasa.

Barulah kemudian, muncul modifikasi terhadap huruf Arab asli secara bertahap. Huruf-huruf modifikasi bagi tulisan asli aksara Arab adalah ca, nga, nya, ga, dan pa. Kelima ejaan ini tidak ada dalam rangkaian huruf Arab asli, tapi sangat diperlukan bagi memudahkan membaca aksara Arab bagi bahasa Melayu, Aceh dan bahasa lainnya.

Menurut pengamatan saya, para pemikir ulama Aceh tidak dapat “mencipta” sekaligus kelima huruf tambahan ini. Hal itu berlaku baik bagi bahasa Melayu mupun bahasa Aceh.

*Penulis, peminat manuskrip dan sastra Aceh melaporkan dari Rumoh Teungoh, Gampong Ujong Blang, Mukim Bungong Taloe, Kecamatan Beutong, Kabupaten Nagan Raya (Aceh).

**Tambeh: Artikel ini telah dimuat dalam rubrik Jurnalisme Warga Harian Serambi Indonesia, Banda Aceh, Kamis, 8 Juni 2023/18 DZULQAIDAH 1444 H, halaman 10.


2) Aceh Perlukan Gubernur di Pilkada Tahun 2024 yang Mau Seragamkan Ejaan Bahasa Aceh!

Oleh: T.A. Sakti

Problema bahasa Aceh cukup banyak, sebanyak peta politik Aceh yang selalu meguyak; bergelombang. Namun ada satu butir terpenting dari ‘penyakit’ bahasa Aceh yang perlu segera didatangi ‘dokter spesialis”, yaitu soal Ejaan. Maksud ‘dokter spesialis’ adalah campur tangan Pemerintah Aceh yang cergas, tangkas dan tuntas.

Sejak bahasa Aceh mulai ditulis dengan huruf Latin, masalah ejaan mulai menjadi persoalan. Pemerintah Hindia Belanda di Aceh mengikuti ejaan bahasa Aceh yang diajukan sang pakar Aceh mereka, Snouck Hurgronje.

Akibat sukarnya mendapatkan mesin Tik yang memenuhi syarat, lama kelamaan warisan Belanda ini pun mulai ditinggalkan oleh sebagian pengarang. Masing-masing penulis bahasa Aceh – turutama pengarang hikayat –menulis ejaan bahasa Aceh sesuai selera sendiri.

Kebanyakan pengarang lama seperti Tgk. Abdullah Arief, Syeh Rih Krueng Raya, Syeh Mud Jeureula sampai Medya Hus masih memakai cara Snouck Hurgronje. Diantara penulis lama itu, hanya Medya Hus yang masih aktif menulis sekarang, sedang yang lain sudah berpulang ke Rahmatullah.

Mungkin lantaran tinggal sendirian, sejauh yang saya amati; Medya Hus pun tidak mutlak lagi menulis bahasa Aceh dengan ejaan lama itu.

Kalangan pengarang Aceh yang lain, kini mereka menggunakan ejaan bahasa Aceh ‘ala praktis’. Akibat acuannya belum ada, maka ejaan bahasa Aceh yang mereka praktekkan menjadi beragam. Pihak Pemerintah Aceh-lah yang mampu menyeragamkan berbagai versi ejaan bahasa Aceh itu.

Diantara pengarang hikayat yang paling produktif mengarang hikayat dengan ejaan bahasa Aceh ‘model praktis’ ini adalah Drs. Tgk. Ameer Hamzah, M.Si. Melalui sejumlah hikayat karya sendiri ( 13 judul) dan pemuatan hikayat milik orang lain di Harian Serambi Indonesia, Ameer Hamzah telah ikut ‘mewarnai’ versi ejaan bahasa Aceh yang semakin banyak ragamnya.

Selaku Redaktur Budaya; sebanyak 12 judul Hikayat Aceh telah dimuat secara bersambung di Harian Serambi Indonesia – antara tahun 1992 s/d 1995. Ameer Hamzah telah amat berperan dalam memasyarakatkan penulisan bahasa Aceh dengan ‘ejaan praktisnya”. Diantara 12 judul itu, 7 judul adalah hasil alih aksara saya.

Selain itu, meski kurang dikenal masyarakat awam, kalangan penulis bahasa Aceh juga amat menghargai Prof. Dr. A,Gani Asyik, MA sebagai pelopor penulisan bahasa Aceh secara praktis.
Namun demikian, tidak semua pengarang Aceh mengikuti pedoman ejaan bahasa Aceh yang dipakai beliau.

Sebagai bukti, baiklah saya tampilkan sejumlah perkataan bahasa Aceh yang menggunakan ejaan versi Dr. A.Gani Asyik, MA. Ejaan beliau saya kutip dalam buku “ Al Qur’an Al Karim dan Terjemah Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh”, karya Tgk.H. Mahjiddin Jusuf terbitan Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam ( P3KI ) Aceh, Banda Aceh, 2007.

Penulisan ejaan bahasa Aceh pada edisi kedua buku ini memakai standarisasi versi Dr.A.Gani Asyik,MA.

Selanjutnya, silakan banding ejaan itu dengan ejaan bahasa Aceh yang saya pakai pada saat ini. Sebelah kiri adalah ejaan bahasa Aceh menurut Dr. A. Gani Asyik,MA sementara yang sebelah kanan ( setelah tanda = sama dengan ) adalah ejaan bahasa Aceh versi saya.

Nomor atau angka yang tercantum di ujung contoh-contoh itu adalah angka halaman dari “ Al Qur’an Al Karim dan Terjemah Bebas Bersajak dalama Bahasa Aceh” itu.


Perbandingan Ejaan Bahasa Aceh Sebagai Berikut:
1) charikat = syarikat, beu got = beugot, meu kon = meukon, beu that = beuthat,448.
2) phala = phala, churuga = syuruga, kaphe = kafe, 449.
3) meu sapat = meusapat, meu siat = meusiat, nasehat = nasihat, 450.
4) lon peucharikat = lon peusyarikat, kaphilah = kafilah, 451
5) (meusapat – meusapat, meuhat = meuhat, meusurat = meusurat, 452.
6) deecha = deesya, meu sidroe = meusidroe, meu iblih = meuiblih, meu jih = meujih, 453.
7) contoh = cunto, kaphe = kafe, adeueb = adeueb, 454.
8) barang jan di jih sit han le teupat = barang jan dijih cit hanle teupat,
sabab ka sisat han le meuubah = sabab ka sisat hanle meuubah,
hana le ubat wahe meutuah = hanale ubat wahe meutuwah, 455.
9) chetan = syeetan, napsu = nafsu, phaedah = faidah, 456.
10) Ya’qob = Nyakkob, akherat = akhirat, 465
11) icharat = isyarat, dilon pih kasep umu rap reubah = dilon pih kasep umu rab reubah, 466.
12) chedara = syeedara, beu meutuah = beumeutuwah, chok = syok, 468.
13) haro-hara = haru hara, lalem = lalem, lalee = lale, 469.
14) beunci = beunci, kadang neuampon droeneuh le Allah = kadang neu ampon droeneuhle Allah, 470.
15) ni’mat Tuhan bri cit le sileupah = niekmat Tuhan bri cit le sileupah, cuco Ibrahim deungon Israi = cuco Ibrahim deungon Israi, teukukui laju bandum geusujud = teukukui laju bandum geusujud,geumoe meu ‘eut – ‘eut geuingat Allah = geumoe meu’eut-‘eut geuingat Allah, 471.
16) chopeu’at = syufu’at, sokmok = s’ok m’ok, tan le meubeukah = tanle meubeukaih, 475.
17) neukheun boh tatiek tungkat hai Musa = neukheun boeh tatiek tungkat hai Musa 477.
-boh = buah ( ? )
-boih = buang (? )



Begitulah, masalah ejaan bahasa Aceh amat beragam dan centang-prenang hingga hari ini.

Berkali-kali seminar, kongres, diskusi dan workshop telah dilaksanakan yang kesimpulannya antara lain mendesak “Pemda Aceh” agar menyeragamkan ejaan Bahasa Aceh, namun selalu nihil hasilnya.

Sama sekali; tak ada yang peduli!. Akibatnya, kekacauan ejaan bahasa Aceh semakin merajalela.


Di kalangan Komunitas Pengarang Cae Aceh AcehTV, yang pernah berusia sekitar 3 tahun; juga terjadi ketidak-seragaman dalam penulisan ejaan bahasa Aceh untuk cae-cae Aceh mereka.

“Karab lhee ploh droe nyang tuleh cae, mungken rab lhee ploh macam cit ejaan bahasa Aceh”( Hampir 30 orang yang menulis syair, mungkin hampir 30 macam pula ejaan bahasa Aceh mereka),


jawab Medya Hus dari rumah beliau melalui telepon seluler pada suatu sore beberapa waktu lalu, menjawab pertanyaan saya yang sedang menulis artikel ini.


Saya sendiri, yang hingga kini telah menyalin/alih aksara 40 judul “Hikayat Aceh” dari huruf Arab Melayu/Jawoe ke huruf Latin; juga menulis bahasa Aceh dengan ejaan versi saya sendiri.



Perlu Qanun yang Tegas

Dalam hal ini, agar corak dan model ejaan bahasa Aceh tidak semakin bermacam-ragam dan runyam, maka campur tangan Pemerintah Aceh amat diperlukan.

Hanya dengan sebuah qanun, maka problema ejaan bahasa Aceh yang bagaikan ‘penyakit kronis-akut’ itu bakal segera teratasi.


Lantas, ejaan bahasa Aceh jenis apa/siapa yang diseragamkan; diresmikan Pemda Aceh itu?!.

Versi Belanda alias Snouck Hurgronje?, Medya Hus, versi Dr. A.Gani Asyik,MA, Drs. Ameer Hamzah, ragam para pengarang Cae AcehTV yang hampir 30 macam itu; ataupun versi saya; T.A. Sakti?.

Mengenai hal itu kita serahkan pada kesepakatan atau keputusan musyawarah para pakar bahasa dan sastra Aceh!.

Oleh karena itu, ke depan kita amat mengharapkan tampilnya tokoh-tokoh Pemerintahan Aceh yang peduli kepada nasib Bahasa Aceh yang kacau-balau ejaannya seperti sekarang.

Kalau terus saja terbiarkan, berarti semakin bertambah pula jumlah ragam penulisan ejaan Bahasa Aceh.

Terpilihnya Gubernur Aceh yang ‘cinta bahasa Aceh” dalam Pilkada Aceh tahun 2024 adalah dambaan kuat kalangan pencinta bahasa dan sastra Aceh. Semoga, Insya Allah!.




*Penulis, adalah peminat manuskrip, bahasa dan sastra Aceh.

*Tambeh: Sebelum penyesuaian, artikel ini pernah dimuat dalam rubrik Opini, Serambi Indonesia beberapa tahun lalu dengan judul”Ejaan Bahasa Aceh, Siapa Peduli?” .







BINATANG UBIT KADIT LAM DONYA

(Binatang Cilik Tinggal Sedikit di Dunia)



Oleh: T.A. Sakti



Leubeng

Assalamu’alaikom tanglong pisang klat
Katrok lom sahbat lon ba haluwa
Aleh cit mangat atawa luwat
Neupiyoh siat neucuba rasa!


Alhamdulillah pujoe Hadlarat
Ca-e nyang singkat lon keumeung rika
Kisah lon khusus akan latbatat
Binatang ubit nyang jinoe langka

Miseue ban Leubeng rupa mirah that
Badan jih ubit payah glip mata
Kayem aneukmiet boh “pidit” jikap
Ngon peuglah mangat boeh minyeuk peuja

Nyang leupah payah aneuk tapakat
Wab ji takot that keu minyeuk peuja
Geupayu-payu geurando geusyab
Kadang ‘oh teungeut geuluem geuraba

Minyeuk U seu-uem geutaguen siat
Bruek kreueng keu teumpat mustajab raya
Bruek kreueng ka jareueng Leubeng tan meupat
Jinoe hai sahbat bandua langka

Leubeng lam naleueng sinan meuteumpat
Hantom teurlihat ngon dua mata
Sabab that ubit haloih meu-asap
Hanasoe tupat jih rumoh tangga

‘Oh jikap aneuk baro Ma tupat
Lam lipat-lipat ‘boh pik’ aneuknda
Ngon tangke ranub geutop-top leugat
Leubeng meukeumat mirah wareuna

Geucok geupingkom geulhom lam jeurat
Palak geuh that-that deundam meumbara
“Kah Leubeng paleh kupeh ban asap
Aneuk kee kakap keumong meuh’a h’a!!!”

‘Bek duek lam naleueng hai Agam batat
Teulhon ngon bulat luweue hantom na!!!”
Meunan di Poma ka geupeu ingat
Di Sinyak Amat geureuhing saja!

Nyan kudoe jameun bacut lon sambat
Luweue jareueng that jingui aneuknda
Umu lhee-peuet thon le teulhon bulat
Luweue sok siat geuba keurija

Luweue meuseuke, peng meusaket that
Teuma lom adat cit meunan rupa
Aneukmiet jinoe pompes teubai that
Leubeng that luwat bee sy’ueng meutaga!!






PIET

Alhamdulillah sang-sang meukeunong
Bahle ta seumong ca-e baroesa
Bak Medya Hus ulon peureunong
Neukheun beukeunong ngat leubeh gura!



Keu Piet nyang likiet kisah ta seumong
Kayem peukeumong lumpuek bruek mata
Taklok ngon gukee han keunong-keunong
Ji musom lam Ngom sibulee mata



Kadang meukarat payah pakat Ngon
Cok Piet kumarom bek reudom mata
Masak sikai breueh geuklok han keunong
Nyang na meugram-gram teubiet ie mata



Meunyo aneukmiet hana peue tanyong
Bah mata keumong han jibri raba
Jiklik bantangan payah YAH sadong
Cok Piet teungoh dom geumita cara


Geupeugotle pak rinthak deungon NGON
Badan Piet teuglong ngon kong geuhila
Piet teugeuleuntit lam abee teulhom
Geucok geupingkom sira seurapa



“Hai Piet catok broek beudok seuniwon
Peue ka keumarom bak bineh mata
Mata ka lukip bit raya keumong
Ku pingkom-pingkom hai Piet ka rasa!”



Haba pingkom Piet cit dhiet meukeunong
Buet ureueng inong get geucalitra
Ngon babah w’et-w’ot lom muka meuhoeng
Gaki geutinggrom jaroe meuputa



Sang Piet geupriek-priek geugidong-gidong
Mangat rijang kom geuple ie sira
Sabab that palak ngon Sundak geurhom:
Manok keumarom k’op-k’op dilingka



Boeh soe han palak hai Cutkak Tunong
Ji mumat that kong Piet wabaputa!
Jibalek-balek meulungkop teugom
Cutiet han keunong lipeh leupah na



Geupeunyum-peunyum Nunnyok ngen Ginong
Kayem meuteugom cit bulee mata
Peue lom ngon mata lumpuek ka keumong
Keunong han keunong gukee geuraba



Mata tan meuklep babah meungom-ngom
Nyang theun ka bingong teubiet ie mata
Bek jadeh cok Piet hai Cuda bungong
Nyang nacit beephoeng bee naf’ah gata



Piet lam geuliyueng laen lom bangon
Di dalam keumong saket lagoi na
Sang su meu ‘u’u karu meudeungong
Teubingong-bingong ureueng nyang rasa



Piet lam geuliyueng geusyot ngen runong
Awe geupotong geuplah-plah lanja
Meunyo hanjeuet nyan geutanyong-tanyong
Baroh ngen Tunong ureueng bri cara



Taple ie bakong Piet gadoh nyawong
Kheun Teungku Sarong di Ujong Rimba
‘Oh mate tasyot ngen awe gulong
Ta sinthong-sinthong thok-thok keupala


Laen lom lagee kheun Toke Sabon
Gobnyan le keubon di gampong Lala
Piet lam geuliyueng bek boeh ie bakong
Lheueh nyan hanjeuet crong rijang klo gata!


Ngon minyeuk seu-uem po Piet beukah lhong
Mate meusinthong teubiet uluwa
Geuliyueng puleh nyang reugeh tummbon
Kheun Toke Sabon peue beutoi hana(?)


Bukonle sayang kayee Jeuraloh
Sabe hana boh sampe ‘an tuha
Laju kisah Piet tanyoe meuteuoh
Panyang lon rawoh ngat samporeuna



Asai teumpat Piet uteuen lampoh soh
Trok saboh-saboh kadang angen ba
Nanjih Piet Angen ureueng meuteu-oh
Bak jak meurawoh sangkot bak ija


Bak mita pineung bak jak pot U groh
Uteuen lampoh soh kayem meudoda
Ka meusawak Piet puwoe u rumoh
Udep ji mamoh darah bak mata



Kameng Keubiri Leumo Apa Ngoh
Kayem Piet seunoh geuliyueng dada
Keubeue nyang meurot Mie-ong di rumoh
Geuliyueng peunoh bak Piet meucuca


Tuwah nasib Mie tinggai di rumoh
Kadang Apa Ngoh geutem usaha
Geutem cutiet Piet geurinthak geulhoh
Abeh Manok coh preh diyub tangga


Leumo ngen Keubeue dalam weue rumoh
Cicem meusunoh nyan Piet jimita
Cempala Ekbam dum Piet jimamoh
Seupot ngen beungoh lam weue jiteuka


Peuteubiet u Blang jak meu’ue beungoh
Watee poh siploh piyoh seunia
Keubeue jimeurot Kuek seutot mehmoh
Jidong rueng teungoh Piet jijak mita


Leumo Lem Cut Gam kambam lampoh soh
Trok dua-lhee boh po Cicempala
Ngon Tiyong batee kadang museunoh
Karat-karat coh bandum Piet pahna



Jinoe ka jareueng ureueng meuteu-oh
Aneuk Piet mamoh bak teungoh mata
Ka watee langka Piet lingka rumoh
Aleh tamah jroh aleh jeuet bala(??!!






KUMBANG

Assalamu’alaikom tanglong jeunulang
Sambong keunarang ulon peutamong
Mudah-mudahan beujeuet hiburan
Seurta peudoman agam ngon inong!!



Jinoe taputa haba keu Kumbang
‘Oh jiteureubang sujih meudeungong
Ijo meucahya sayeueb sipasang
Toe iku sikhan mirah meuganong

Kayem cong siren jipopo Kumbang
Cong limeng masam meusu ban lingong
Aneukmiet jaklet jitapih rijang
Seumpom droe Kumbang sang tanle nyawong

Japura-pura mate ka ceukang
Akai po Kumbang leupah meukeunong
‘Oh tanle ureueng muka beulakang
Laju teureubang meudeungong-deungong

Nibak cruk takue boeh beuneung pisang
Peureulee panyang sambong ngon runong
Laju jipopo dilinggang-linggang
Teukhem-khem Sigam leupah meukeunong

Beuneung bak jaroe jimatle Sigam
Dilikot Kumbang plueng-plueng sira dong
Kadang pih putoh kalheueh di Kumbang
Lagee plok beukam si Agam bingong

Di dalam uteuen le jeuneh Kumbang
Bee kh’ep dum badan ladom phet meuhong
Kumbang bak Reudeub iek jih that tajam
Muka teuh leumbam ‘oh watee keunong

Kumbang bruek Ijo cong bak Keutapang
Meuhong hanaban ulee teuh bingong
Kumbang ek Asee pih saboh garang
Luwat takalon badan jih beephong

Nyang paleng indah rindu tapandang
Kumbang bak Siron nyang su meudeungong
Jinoe ka langka leupah that sayang
Sang aleh kadang jiweh lam gunong!!!










*Tambeh:

1) Kumbang banyak jenisnya. Dalam bahasa Aceh dan bahasa Indonesia, namanya sama yakni Kumbang.
Kumbang yang paling kita ingat selagi kecil adalah kumbang yang berwarna hijau bercahaya. Di bagian leher, ujung sayap berwarna coklat berbinar.
Dulu, anak-anak mengikatnya di leher dengan tali kulit batang pisang.

Ketika dilepas ia terbang dengan suara berdengung, sang anak mengejarnya di belakang sambil memegang tali pisang. Terkadang ia lepas terbang...si anak kebingungan.

Sesudah kita dewasa, ada rasa menyesal sudah membuat jera binatang ciptaan Tuhan..........!.


2) Agar nama dan nomor HP Tuan Tuan dan Puan Puan dapat muncul keatas layar, saya mohon Anda tulis sesuatu seperti: ya, ah, ih, oh, subhanallah, masya Allah dsb.

3) Pada himbauan saya yang lalu, hanya muncul 5 orang.

Padahal lebih ratusan orang masih tersembunyi akibat HP saya rusak setelah diperbaikinya.





H’UENG

Alhamdulillah lon ato kalam
Beutrok bak tanggam lagi lom teuntee
Beulam sijahtra uroe ngon malam
Syeedara rakan wareh ngon sampee

Tatamah kisah keu H’ueng nyang itam
Umpung lam lubang peuruhung kayee
Lagak bak takue kuneng meutanggam
Bak punggong ukam bisa ban sitree

Yoh masa dilee aneukmiet Agam
Drop H’ueng jipasang boeh lam Keh kayee
Cok beuneung kilang panyang ji reuntang
Halo-haloan telepon bri thee

Sang-sang Radio di kanto Medan
Peugah yum barang bak Toko Puree
Di Kota Bakti peugah u Calang
Nyang dari Sabang peugah u Saree

Watee musem nyan geumbira hanban
Aneukmiet Agam jak dum meuree-ree
Rame mita H’ueng umpung jikuran
Culok u dalam ji gege kayee

Laju H’ueng beungeh ‘et-‘et di dalam
Hai aneuk Agam peue ka peujra kee
‘Oh rayek tanyoe ka teuka sayang
Sabab binatang tulong jilakee!!

Itam lagee H’ueng saboh sinderan
Keu ureueng itam lagee ngeu kayee
TAPI ASAI LE PENG DALAM REUGAM
Beuthat beuhitam geutueng meulintee


Yoh masa awai dilee saboh jan
Bara peulangan su H’ueng meu-’ei-’ei
Meutiriep umpung ruhung disinan
Rumoh Aceh nyan tan “syarat kayee”

Meunan kheun Utoeh toe Lampoeh saban
Nan Utoeh Juhan carong “Fai kayee”
Guree Nabi Noh yoh peugot sampan
H’ueng hantroh keunan jitakot padee!!!



*Tambeh:
1) H’ueng, binatang sejenis kumbang berwarna hitam bercahaya. Saat terbang bunyi sayapnya berdengung.
Biasa membuat sarang paya batang kayu yang sudah mati. Sering pula bersarang pada bingkai Tulak Angen( Tolak Angin) pada Rumoh Aceh tempo dulu.

2) Sekarang, binatang ini sudah langka.








UJO

(Kumbang pemangsa pucuk kelapa muda)



Assalamu’alaikom hukom meuteulak
Nibak ureueng jak keu awak nyang DU
Kisah keu Ujo jinoe talacak
Binatang lagak kayem bri tunu!!

Ureueng nyang jeumot keu Ujoe palak
Sabab habeh phak bandum bijeh U
Phon-phon lam seume di guyak-guyak
Trok dara ramphak mantong ji eumpu

Sabe tajaga siat hanjeuet glak
Silap sitapak mate aneuk U
Beuna ta saweue kayem tajak-jak
Trok Ujo likak tadrob taburu

Beungoh poh lapan kayem Ujo jak
Jipo jilikak lingka lampoh U
Meunyo na tanyoe tagu tanoh cak
Keunong bak utak ka mate teudu

Kadang tan tanyoe ka jadeh palak
Ujo jilantak dalam pucok U
Sinan jitoh boh jitoh ek ngen phak
Lheueh nyan ji keuprak ka jipo meupru

Hanjan sibuleuen cit katrok bak hak
Teukeupak-keupak layee pucok U
Pucok ka mate hanale ramphak
Watee ta rinthak ka putoih laju

Bak uram pucok kabeh Uek lantak
Jikap meukrak-krak sabab nyan breueh bu
Uek aneuk Ujo puteh sang pirak
Rumoh that lagak dalam pucok U

Awai takalon ta labon beuphak
Meuhan jilantak trok bak uboe U
U mantong udep rijang tatulak
Meung uboe rusak jadeh mate U

Jeuet pula laen tan guna palak
Dak tapreh ngon dak han timoh Teungku!
Ureueng nyang jeumot teuntee han glak-glak
Beu-o teukeupak sabe lam tunu!!

Meusoe boeh tangkai Ujo bek cabak
Bak U han rusak udep jih luhu
Syarat ditangkai bek that rijang glak
Ji beukaih tapak keunan talalu

Tatoh iek beungoh lam bruek geuleupak
Taple lam ramphak nyan peuleupeuek U
Lam lungkiek pucok banduwa pihak
Meungna tinggai krak uram tasibu

Ngon sabab bee sy’ueng Ujo han dijak
Mumang teukeupak jiplueng meu’u’u
Jipeugah bak ngon kee hanle kujak
Rab muntah berak kee pansan teudu

Aleh peue jiboeh Manu jen lantak
Bee that meuhayak utak teuh kra-kru
Adak deuek mate hanle kujak-jak!!
Ku peusep Bu krak atra Nek Meulu!

Laen nibak nyan tangkai ngat ramphak
Taboeh duwa krak sumpai lam siku
Jeuet on keureusong lam lungkiek tasak
Peuleupeuek kuwak sak rapat laju

‘Oh rayek bak U u ateueh jigrak
Tanyoe bek glak-glak sak rapat laju
Sira jak ple iek sumpai pih tasak
Beuthat ueh tapak bek karu-karu

Tan teupeh Ujo bak U meusigak
Rayek meugrak-grak pucok jih luhu
Meulhee thon umu laju meuri Bak
Po Ujo palak ka glak kurek U

Baro watee nyan ureueng Po cangklak
Jeuet keuprak-keuprak preh ji meuboh U
Bah that pih mantong kadang Ujo tak
Paleng le sibak kheundak Tuhanku

Masa Beulanda na haba sikrak
Kisah nyan nibak Ponek Rot Timu
Jameun ‘oh geukoh bak U ngon gampak
Uram payah sak tatanom laju

Meunan peurintah atoran bijak
Hanjeuet tatulak beuthat beutunu
Meunghan ji deunda “siringget pirak”
Hansep limong bak tapeubloe bak U

Meunyo uram U teudu meubak-bak
Ujo that galak keunan jituju
Jak pajoh umpeuen hidang lam tabak
Jitoh boh meukrak ‘oh ceh meutabu

Tangkai sipeue treuk buet ureueng bijak
Supaya jarak Ujo nibak U
Lam lampoh teubee bijeh U tasak
Ujo hanjeuet jak teusie-sie iku

Jipo-po jeuoh jilikak-likak
Jipandang ubak teubee lampoh U
Jikheun bak rakan bek jadeh tajak
Lheueh jipeutapak jiwehle meubru

Hikayat Ujo panyang that hai Kak
Lon harap bek glak neubaca laju
Buhu tatuka ngat leubeh ramphak
Bak ujong sanjak bekle ak ngen u

Di Rumoh Teungoh le ureueng patah**
Mukim gob peugah nan Bungong Taloe
Badan po Ujo itam sileupah
Rueng takue mirah gagah seureuloe

Sikrak beurale hi lagee gajah
Aleh cit babah euntah hidong droe
Jipo meudeungong suara indah
Taturi bagah nyankeuh su Ujo

Aneukmiet dilee jan bak U geuplah
Meureupah-reupah jak eu tiep uroe
Ladom jak beungoh ban uroe beukah
Ladom jisinggah Sikula jiwoe

Jibalek gue U on jipeusiblah
Jiploh beureukah bak tamon baroe
Jimita Ujo galak sileupah
Saboh meuribaih jipeucrok ngen troe

Payah meuteumeung Ujo plueng lincah
Teureubang bagah gohlom tapeutoe
Meujan-jan jidrop soe tapih bagah
Lheueh meutak galah bak tapih Ujo

Ujo jiikat Sinyak Beuransah
Bak cruek takue sah ka jiboeh taloe
Jipeupo-peupo meudeungong indah
Lheueh nyan jikeubah lam eumpang ragoe

Keu Patok rukok peuget si ulah
Beurale gajah jikoh bak Ujo
Jipiep rot ujong bakong rot beukah
Rupa sa leupah Patok nyang tabloe

Jinoe taingat cit sangat teulah
Binatang taplah deumi seunang droe
Piasan yoh ubit na rasa salah
Mudahan Allah ampon geutanyoe!!

Taingat Ujo le tinggai kisah
Ladom meudarah wab meukhok bak dhoe
Bak tiyeueb Ujo toe paya Pojah
Trieng rancong siblah teugeng sinan toe

Jinoe ka langka Ujo ban gajah
Sang kadit leupah dalam ‘alam nyoe
Bak saboh pihak Alhamdulillah!!
Cuco Nek Beusah tan turi Ujo(??)


*Tambeh:
1) Ujo, sejenis kumbang, saat terbang suara sayapnya berdengung.

2. Di bagian kepala ada semacam belalai, dan badannya pun mirip gajah. Belalai itu dicopot anak-anak dijadikan pipa rokok.
Begitulah, dunia anak-anak masa dulu ‘bergembira” atas penderitaan makhluk Tuhan.

3. Anak-anak sering menangkapnya sebagai permainan. Diikat di leher dengan benang batang pisang, ketika ia terbang anak-anak berlarian di belakang.

4. Kini binatang Ujo sudah langka. Tentu bukan gara-gara ditangkap anak-anak tempo dulu.

**. Rumoh Teungoh, tempat saya berobat patah kaki (April 1986 – April 1987), berada di Gampong Ujong Blang, Mukim Bungong Taloe, kecamatan Beutong, kabupaten Nagan Raya ( dulu kabupaten Aceh Barat), provinsi Aceh.

Kaki kanan saya patah akibat musibah di Jalan Raya, saat pulang ke kampus dari tugas KKN-UGM pada hari terakhir.
Tugas KKN saya di desa Guli, kecamatan Nogosari, kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

( T.A. Sakti )










SIDOM BAET

Assalamu’alaikom saleuem lon peu-et
Disyeb u Mugreb trok lungkiek gunong
Ca-e Bak Jambo apui beu-udep
Meungkayee hansep bah tatot runong


Paleng meut’iet-t’iet jikap lam Baet
Umpung jililet lingka bak bungong
Cit payah syen-syen bak peutheun saket
Geupiret -piret mangat bek keumong


Pat nyang sidom kab tagaro beutreb
Bisa lam Baet hanapepe tanyong
Citna peupatah ‘et saboh bayet :
“Sidom Baet sipat jikab lhee pat saket”


Ladom aneukmiet beureughek sulet
Jihoi Si Wahed teungoh cok reunong
Ji peugah Cicak teungoh meulet-let
Ladom Bonbon phet pura jok keu Ngon


Rakan ka dijak jidong meu-apet
Umpung lam Baet sinan meutamon
Gaki ka jikab laju jicupet
Di Agam sulet jiplueng u Tunong


Pat saja mantong jiduek lam Baet
Umpung ban buket meuseumong-seumong
Peuelom musem khueng ujeuen tan siblet
Umpung lam Baet dileuen ban gunong


Umpung jih panyang meuliwet-liwet
Lagee Seunapet Seulawah Inong
Jan-jan jireuloh uleh Si Mayed
Hana padum treb lom-lom jiseumong


‘Oh musem ujeuen dileuen meulep-lep
Sayang lam Baet dum habeh bingong
Payah meungungsi mita Cot -Buket
Barang meutrep-trep rayueng deungon Ngon


Umpeuen deungon boh jime u buket
Nyang saket syiret reumatik keumong
Cit lam seutia seunang deungon phet
Meunan lam Baet akai that keunong



Diyub Moh jidom dum sidom Baet
Mirah ban Pijet yub rumoh inong
Meung Rumoh Aceh hanthat meupiret
Sayang leupah phet “Rumoh Beulangong”


Rumoh bak tanoh kajeuet peunyaket
Meunyo lam Baet sinan meunawong
Peuelom ‘oh jikab that saket-saket
Garo beutreb-treb babah meungom-ngom!!


Na aneuk manyak umu goh lawet
Meuliwet-liwet jak baroh-tunong
Jiklik siat-at buet sidom ceupet
Leumbam meutiriep bak badan keumong

Kap saboh-saboh palak hana trep
Nyang leupah saket jikap meutamon
Peuelom di Cuda laloe meupetpet
Soe publa pih treb dang trok Nek Tunong


Jiklik kaseb gleuen di leuen Pang Mayed
Hoi Tabib Taleb bisa geujak H’ong
Lagee boh bajek keureutuet kulet
Keu suai saket hanapeue tanyong


Ka geutot suwa Ayahwa Mayed
Geulhiet peulilet pat-pat na Sidom
Habeh keurikeb tutong lam Baet
Sidumnan saket hate ceumeungom


Na cara laen use lam Baet
Hana that saket tan gadoh nyawong
Ngon bubok kupi tabu talilet
Pat jiduek Baet umpung meutamon


Deungon “seumaloe” bee bubok nyang phet
Jiweh lam Baet hanjan seun limong
Sampe dua thon sidumnan lawet
Trok lom lam Baet ‘oh gadoh meuhong


Meungka teuka lom bek sagai peutreb
Tabu bubok phet beuleubeh keunong
Meunyo watee phon seb deungon lhee blet
Jinoe bek peuseb meunggoh trok limong


Jiweh lom Sidom habeh kom phet-phet
Meuthon-thon lawet hanle jitamong
Rumoh ka sihat tanle peunyaket
Dak tameurateb khusy’uk lam nyawong


Serambi Indonesia dilee di Baet
Haba gob peu-et baroh ngon tunong
Peuekeuh gampong nyan asai LAM BAET
Sidom that saket kab ureueng keumong(???)


*Tambeh:
- Sidom = semut
- Baet = jenis semut merah yang sedang badannya.

1) Sidom baet, biasanya membuat sarang di pinggiran rumah dan gedung atau di kaki tiang Rumoh Aceh tempo dulu.

2) Saat musim kemarau, di halaman rumah pun dibuat sarang. Bentuknya berderet panjang bagikan gugusan gunung Bukit Barisan.

3) Bila kumbang Ujo, kejahatannya memakan bibit tanaman kelapa (bijeh U), maka Sidom Baet menyakitkan tubuh kita karena gigitannya. Semut ini terkesan sadis dan buas, cepat sekali menggigit terhadap apa pun yang mengganggunya.

4) Mulutnya amat berbisa, dan kalau banyak semut yang mengeroyok kita, bisa menimbulkan demam panas. Apalagi yang digigitnya anak kecil.


( T.A. Sakti )









MEUK

Alhamdulillah kisah ka paneuk
Hanle meu-iseuk sang hek ka mumang
Lon lakee meu’ah haba meusireuk
Panyang ngon paneuk kadang tan timang


Kisah binatang kadang meusiseuek
Kabeh lon supreuek dalam karangan
Haba tan meupeue roh lon peubeuheuek
Cit hantom gob weuek reunteh lageei nyan


Karoh teulanjo tuto meusireuek
Nibak lon duek-duek peulale tangan
Ulon saket pha tan meuho iseuk
Bek meugeurasuek kaco pikeran


Ulon tulehle peue-peue meubayeuek
Mulai Cakeuek trok Cicem Subang
Jinoe keu neulheueh lon kisah keu MEUK
Dang-dang meuseupreuek laen pikeran!!


Ca-e Bak Jambo tabantu bek deuek
Bek sampe euntreuek habeh karangan
Wahe rakan lon boudoih bekle duek
Kirem bek ceuek-ceuek laju karangan

Keu ACEHTV sinan na neuleuek
‘Oh masak intreuk mangat hanaban
Buet Medya Hus nyang puta aweuek
Bah neukirem bruek ek jeuet keu intan


Carong bak pileh geupeugleh siseuek
Lagak sang sineuek intan-beurlian
Meu’ah deesya lon pat-pat na meupeuek
Jinoe lom keu MEUK ulon peuriwang





Dilee ‘oh malam le that jipo Meuk
Watee ta jingeuk nyan Kunang-kunang
’Oh watee jipo cahya meusipreuek
Aneukmiet let Meuk hate that seunang

‘Ohka jiteumeile Sinyak Riweuek
Ka jipasoe Meuk dalam peuluman
Lheueh nyan jihudom meujingeuk-jingeuk
Cahya punggong Meuk hate teurtawan

Nyang ladom pasoe lam kaca minyeuk
Ji sumpai euntreuk deungon on pisang
Lam kaca ta eu blet-blot cahya Meuk
Jan-jan meusireuk bak ek u manyang

Meung na dua-lhee ka jipasoe Meuk
Blet-blot meusipreuk sang Kuta Midan
Aneukmiet seunang rayueng-rayueng Meuk
Sampe ‘an teungeut ka jula malam

‘Oh watee uroe tan cahya po Meuk
Jih meugeurasuek luwat ta pandang
‘Oh watee malam siat bek taseuk
Dumnan lagak Meuk beusabe sajan

Nibak punggong Meuk cahya meusipreuek
Meunan peuneuduek ciptaan Tuhan
Saboh cairan hitam meuneuk-neuk
Watee jipo Meuk lagee ek bintang

Punggong meumet-met meu-iseuk-iseuk
‘Oh malam euntreuk cahya jih bandrang
Lam seupot culok meung le jipo Meuk
Sang sinte peuet neuk ubat di dalam

Lam kulam tuha le bak crot-eumpeuk
Sinan le that Meuk ‘oh watee malam
‘Oh lheueh troe umpeuen jipo meusipreuek
Kadang ta eu Meuk sang toe ngen bintang

Nyang po leuen rumoh kadum nan beuheuek
Karoh lam aweuek Sinyak Dorraman
Pasoe lam kaca atawa lam bruek
Ji peulheueh euntreuk meung umu panyang

Jameun tan WC toeh ek lam abeuek
Jan geukalon Meuk geusangka syaitan
Geuplueng cot gateh dum ek meupeuek-peuek
Trok gampong geuduek : toeh tinggai sikhan

Pakon geutakot Lem Lambot Riweuek
Kareuna di Meuk jipo tan manyang
Geusangka Rimueng nyang ban meu-aneuk
Kayem di jingeuk toe umong Cot Drang



Atawa Burong Punjot meuseukk-seuek
Nibak ureueng ceuek cit le that waham
Jeh di Meuk keudroe mita Bu beuheuek
Sayang ureueng ceuek habeh meuligan

Bak seuram-seuram meung na jipo Meuk
Ureueng nyang gusuen macam pikeran
Miseue bak uteuen jen seumbo aneuk
Kheun Utoh Paneuk sinan bee bawang

Meunyo disinan kayem jipo Meuk
Tanda po aneuk saket bangkaran
Geutanyoe insan bek keunan taseuek
Meusabab euntreuk jih’ongle rijang

Gob tengoh saket tanyoe peukak-kuek
Ji teumeung giduek pansan disinan
Meunan geupeugah Apa Man Riweuek
Digobnyan that ceuek nyang meunan-meunan!!


Catatan : nama orang dan nama tempat bukanlah yang sebenarnya, tetapi agar sesuai pakhok-santok ca-e Aceh saja!.
( T.A. Sakti )