Catatan Terbaru
Catatan Acak
1) Aksara Aceh = Harah Jawoe

Semoga Lewat Penerapan Qanun Bahasa Aceh dengan Serius, Sembuhlah Beragam “Penyakit Kronis Bahasa Aceh” Hingga Bermartabat Kembali! <br> <br> <br>“Berkali-kali seminar, kongres, diskusi dan workshop telah dilaksanakan yang kesimpulannya antara lain mendesak “Pemda Aceh” agar menyeragamkan ejaan Bahasa Aceh, namun selalu nihil hasilnya”. <br> <br>Oleh: T.A. Sakti <br> <br>INSTRUKSI Gubernur Aceh nomor 05/INSTR/2023 tentang Penggunaan Bahasa Aceh, Aksara Aceh dan Sastra Aceh disambut masyarakat Aceh dengan antusias. Hal ini terkesan dari banyaknya komentar dan silang pendapat dalam ruang dunia maya alias medsos. <br> <br>Salah satu hal yang diperbincangkan warganet adalah maksud dari Aksara Aceh. Banyak di antara mereka bertanya mana yang disebut Aksara Aceh. Lalu, sebagian menjawab bahwa Aksara Aceh adalah penulisan bahasa Aceh dalam huruf Latin yang menggunakan tanda diakritik atau apostrof seperti yang diajarkan orientalis Belanda Snouck Hurgronje. <br> <br>Saya yakin, sebagian peserta yang berdakwa-dakwi tentang Aksara Aceh belum membaca Instruksi Gubernur Aceh bertanggal 21 Maret 2023/29 Sya’ban 1444 H itu secara tuntas. Sebab, dalam instruksi butir kelima telah diterangkan, bahwa Aksara Aceh berhuruf Arab – Jawi alias Aksara Aceh sama dengan harah Jawoe (huruf Jawi) atau aksara Arab Melayu , disebut juga Arab Pegon (Arab menyimpang) dalam sebutan orang Jawa. Disebut menyimpang, karena huruf Arab asli sudah dibuat beberapa penyesuaian. <br>Bunyi Instruksi kelima sebagai berikut: “Bupati/Walikota, Kepala SKPA, Kakanwil Kementerian/Non Kementerian Provinsi Aceh, Kepala Biro, Pimpinan BUMN dan Perbankan serta BUMA untuk menerapkan Aksara Aceh berhuruf Arab – Jawi pada penulisan nama kantor pada instansi Saudara sebagai pelengkap dari penulisan nama dalam bahasa Indonesia”. <br> <br>Bukan hal baru <br>Pemakaian Aksara Aceh yang berhuruf Arab – Jawi sudah amat tepat bila dikaji dari segala sudut pandang; baik dari arus sejarah, agama Islam, budaya dan adat istiadat Aceh. Bahwa huruf Arab Jawi sudah bertapak di Aceh sudah berabad-abad yang lampau, yakni sejak masuknya agama Islam di daerah ini. <br> <br>Penggunaan aksara yang bukan berasal dari bumi asli setempat, bukanlah hal baru dalam sejarah beragam aksara yang ada di dunia sampai sekarang. Huruf Palawi lahir dan berkembang di negeri Persia kuno. Ketika huruf ini masuk ke India, setelah mengalami sejumlah modifikasi, maka namanya berubah menjadi aksara Pallawa, yang digunakan untuk menulis ajaran-ajaran Hindu dan Budha. <br> <br>Pada waktu agama Hindu dan Budha berkembang di Jawa dan Bali, huruf asal India ini berganti nama menjadi Aksara Jawa dan Aksara Bali. Seiring berkembangnya di nusantara, agama Budha juga masuk ke beberapa negara kawasan Asia Tenggara; seperti ke negeri Gajah Putih, Thailand, Kamboja, Myanmar, Vietnam dan Laos. <br> <br> Di negeri-negeri wilayah Asia Tenggara ini pun, huruf Pallawa menerima seleksi sebagai bentuk “disesuaikan” dan namanya pun berganti menurut kesepakatan masyarakat setempat. Dalam banyak dimonstrasi yang disiarkan media massa, warga Thailand membawa spanduk yang tertulis dalam aksara “Pallawa”, yang telah dipermak tentunya. <br> <br>Mari kita berpaling ke wilayah Asia Timur. Huruf induk di wilayah ini adalah aksara Kanji yang lahir dan berkembang di Tiongkok, yang dalam bahasa Mandarin disebut Hanzi. Di saat huruf Kanji beranjak ke Jepang untuk kepentingan penulisan ajaran agama Shinto, pada masa awal kehadirannya aksara Kanji yang telah diubah ini diberi nama huruf Hiragana. Pada perkembangan selanjutnya, dengan penyesuaian lebih ekstrim, aksara ini bernama aksara Katakana. Tokoh pembaharuan huruf Kanji di Jepang adalah pendeta, baik dari agama Shinto atau agama Budha. <br> <br>Aksara yang digunakan di Semenanjung Korea (negara Korea Selatan dan Korea Utara) juga berasal dari huruf Kanji asal Cina. Di Korea huruf asal Tiongkok ini disebut Hanja. Setelah mengalami perubahan d i Korea Selatan diberi nama Hangul dan di Korea Utara disebut Joson-gul. Pelopor perubahan aksara Cina ke huruf Korea adalah raja Sejong yang Agung pada abad ke 15, tepatnya pada tahun 1443. <br> <br>Begitulah, dengan segala bentuk modifikasi terhadap huruf induk, maka masing-masing wilayah sudah mengklaim, bahwa mereka memiliki aksara sendiri. Sesuai dengan beberapa contoh di atas, maka muncullah pengakuan nama atau istilah: Aksara Jawa, Aksara Bali, Aksara Thailand, Aksara Kamboja, Aksara Myanmar, Aksara Vietnam, Aksara Laos, Aksara Jepang, Aksara Korea Selatan dan Aksara Korea Utara. <br> <br>Sehubungan dengan maraknya penjajahan Barat di Asia Tenggara dan Asia Timur, maka sebagian negeri-negeri tersebut di atas sudah beralih ke huruf Latin dan beberapa lagi memakai dwi aksara, baik huruf warisan leluhur maupun aksara Latin. <br>Sementara itu huruf Arab asli juga mengalami modifikasi untuk menulis bahasa Aceh dan bahasa Melayu/Indonesia. <br> <br>Huruf Arab Melayu <br> Aceh adalah pelopor aksara Arab Melayu di Asia Tenggara. Hal ini bersebab Aceh merupakan wilayah pertama berkembangnya agama Islam di wilayah ini. <br>Sebagai umat Islam, pada mula mereka diperkenalkan kepada kitab suci Alquran dan Hadits. Kedua sumber ajaran Islam itu terekam dalam huruf dan bahasa Arab. Sejak itu berkembanglah huruf Arab dan bahasa Arab di Aceh. <br> <br> Bagi memperluas ajaran Islam dan pengetahuan masayarkat, para ulama Aceh menulis berbagai kitab dalam bahasa Melayu dan Arab dengan menggunakan huruf Arab. Mengapa mereka mengarang dalam bahasa Melayu, bukan dalam bahasa Aceh?. Sebab, menulis kitab dalam bahasa Aceh lebih kecil area penyebarannya – hanya di wilayah Aceh saja. Sementara tulisan dalam bahasa Melayu bisa dibaca masyarakat muslim di seluruh Asia Tenggara. Jadi, sejak dulu, para ulama Aceh sudah berwawasan global, mendunia. <br> <br>Beberapa kisah sejarah Islam dan kitab agama dalam bahasa Melayu warisan para ulama Aceh tempo dulu, yang masih dikenal hingga sekarang; misalnya Kisasul Ambia (Kisah para Nabi), Kisah Nabi Muhammad dan para Sahabat, Hikayat Nur Muhammad, Hikayat Amir Hamzah, Kitab Masailal, Kitab Bidayah, Kitab Delapan dan lain-lain. <br> <br>Cukup lama, bisa dikatakan melintasi abad para ulama Aceh mengayun pena dalam huruf Arab asli tanpa modifikasi atau penyusuaian apa pun. Jangankan buat menulis dalam bahasa Melayu, dalam bahasa Jawa pun para ulama di sana juga menulis dalam huruf Arab asli. Padahal dalam bahasa Jawa banyak kata-katanya berbunyi (o). <br> <br> <br> <br> Aksara asli Arab yang berjumlah 29 huruf itu bisa dipakai untuk menulis bahasa apa pun, asal mau dibaca dengan hati-hati pada mulanya, dan kemudian mampu dibaca dengan lancar karena sudah terbiasa. <br> <br>Barulah kemudian, muncul modifikasi terhadap huruf Arab asli secara bertahap. Huruf-huruf modifikasi bagi tulisan asli aksara Arab adalah ca, nga, nya, ga, dan pa. Kelima ejaan ini tidak ada dalam rangkaian huruf Arab asli, tapi sangat diperlukan bagi memudahkan membaca aksara Arab bagi bahasa Melayu, Aceh dan bahasa lainnya. <br> <br>Menurut pengamatan saya, para pemikir ulama Aceh tidak dapat “mencipta” sekaligus kelima huruf tambahan ini. Hal itu berlaku baik bagi bahasa Melayu mupun bahasa Aceh. <br> <br>*Penulis, peminat manuskrip dan sastra Aceh melaporkan dari Rumoh Teungoh, Gampong Ujong Blang, Mukim Bungong Taloe, Kecamatan Beutong, Kabupaten Nagan Raya (Aceh). <br> <br>**Tambeh: Artikel ini telah dimuat dalam rubrik Jurnalisme Warga Harian Serambi Indonesia, Banda Aceh, Kamis, 8 Juni 2023/18 DZULQAIDAH 1444 H, halaman 10. <br> <br> <br>2) Aceh Perlukan Gubernur di Pilkada Tahun 2024 yang Mau Seragamkan Ejaan Bahasa Aceh! <br> <br>Oleh: T.A. Sakti <br> <br> Problema bahasa Aceh cukup banyak, sebanyak peta politik Aceh yang selalu meguyak; bergelombang. Namun ada satu butir terpenting dari ‘penyakit’ bahasa Aceh yang perlu segera didatangi ‘dokter spesialis”, yaitu soal Ejaan. Maksud ‘dokter spesialis’ adalah campur tangan Pemerintah Aceh yang cergas, tangkas dan tuntas. <br> <br> Sejak bahasa Aceh mulai ditulis dengan huruf Latin, masalah ejaan mulai menjadi persoalan. Pemerintah Hindia Belanda di Aceh mengikuti ejaan bahasa Aceh yang diajukan sang pakar Aceh mereka, Snouck Hurgronje. <br> <br>Akibat sukarnya mendapatkan mesin Tik yang memenuhi syarat, lama kelamaan warisan Belanda ini pun mulai ditinggalkan oleh sebagian pengarang. Masing-masing penulis bahasa Aceh – turutama pengarang hikayat –menulis ejaan bahasa Aceh sesuai selera sendiri. <br> <br> Kebanyakan pengarang lama seperti Tgk. Abdullah Arief, Syeh Rih Krueng Raya, Syeh Mud Jeureula sampai Medya Hus masih memakai cara Snouck Hurgronje. Diantara penulis lama itu, hanya Medya Hus yang masih aktif menulis sekarang, sedang yang lain sudah berpulang ke Rahmatullah. <br> <br>Mungkin lantaran tinggal sendirian, sejauh yang saya amati; Medya Hus pun tidak mutlak lagi menulis bahasa Aceh dengan ejaan lama itu. <br> <br> Kalangan pengarang Aceh yang lain, kini mereka menggunakan ejaan bahasa Aceh ‘ala praktis’. Akibat acuannya belum ada, maka ejaan bahasa Aceh yang mereka praktekkan menjadi beragam. Pihak Pemerintah Aceh-lah yang mampu menyeragamkan berbagai versi ejaan bahasa Aceh itu. <br> <br> Diantara pengarang hikayat yang paling produktif mengarang hikayat dengan ejaan bahasa Aceh ‘model praktis’ ini adalah Drs. Tgk. Ameer Hamzah, M.Si. Melalui sejumlah hikayat karya sendiri ( 13 judul) dan pemuatan hikayat milik orang lain di Harian Serambi Indonesia, Ameer Hamzah telah ikut ‘mewarnai’ versi ejaan bahasa Aceh yang semakin banyak ragamnya. <br> <br> Selaku Redaktur Budaya; sebanyak 12 judul Hikayat Aceh telah dimuat secara bersambung di Harian Serambi Indonesia – antara tahun 1992 s/d 1995. Ameer Hamzah telah amat berperan dalam memasyarakatkan penulisan bahasa Aceh dengan ‘ejaan praktisnya”. Diantara 12 judul itu, 7 judul adalah hasil alih aksara saya. <br> <br> Selain itu, meski kurang dikenal masyarakat awam, kalangan penulis bahasa Aceh juga amat menghargai Prof. Dr. A,Gani Asyik, MA sebagai pelopor penulisan bahasa Aceh secara praktis. <br>Namun demikian, tidak semua pengarang Aceh mengikuti pedoman ejaan bahasa Aceh yang dipakai beliau. <br> <br>Sebagai bukti, baiklah saya tampilkan sejumlah perkataan bahasa Aceh yang menggunakan ejaan versi Dr. A.Gani Asyik, MA. Ejaan beliau saya kutip dalam buku “ Al Qur’an Al Karim dan Terjemah Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh”, karya Tgk.H. Mahjiddin Jusuf terbitan Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam ( P3KI ) Aceh, Banda Aceh, 2007. <br> <br>Penulisan ejaan bahasa Aceh pada edisi kedua buku ini memakai standarisasi versi Dr.A.Gani Asyik,MA. <br> <br> Selanjutnya, silakan banding ejaan itu dengan ejaan bahasa Aceh yang saya pakai pada saat ini. Sebelah kiri adalah ejaan bahasa Aceh menurut Dr. A. Gani Asyik,MA sementara yang sebelah kanan ( setelah tanda = sama dengan ) adalah ejaan bahasa Aceh versi saya. <br> <br> Nomor atau angka yang tercantum di ujung contoh-contoh itu adalah angka halaman dari “ Al Qur’an Al Karim dan Terjemah Bebas Bersajak dalama Bahasa Aceh” itu. <br> <br> <br>Perbandingan Ejaan Bahasa Aceh Sebagai Berikut: <br>1) charikat = syarikat, beu got = beugot, meu kon = meukon, beu that = beuthat,448. <br>2) phala = phala, churuga = syuruga, kaphe = kafe, 449. <br>3) meu sapat = meusapat, meu siat = meusiat, nasehat = nasihat, 450. <br>4) lon peucharikat = lon peusyarikat, kaphilah = kafilah, 451 <br>5) (meusapat – meusapat, meuhat = meuhat, meusurat = meusurat, 452. <br>6) deecha = deesya, meu sidroe = meusidroe, meu iblih = meuiblih, meu jih = meujih, 453. <br>7) contoh = cunto, kaphe = kafe, adeueb = adeueb, 454. <br>8) barang jan di jih sit han le teupat = barang jan dijih cit hanle teupat, <br>sabab ka sisat han le meuubah = sabab ka sisat hanle meuubah, <br>hana le ubat wahe meutuah = hanale ubat wahe meutuwah, 455. <br>9) chetan = syeetan, napsu = nafsu, phaedah = faidah, 456. <br>10) Ya’qob = Nyakkob, akherat = akhirat, 465 <br>11) icharat = isyarat, dilon pih kasep umu rap reubah = dilon pih kasep umu rab reubah, 466. <br>12) chedara = syeedara, beu meutuah = beumeutuwah, chok = syok, 468. <br>13) haro-hara = haru hara, lalem = lalem, lalee = lale, 469. <br>14) beunci = beunci, kadang neuampon droeneuh le Allah = kadang neu ampon droeneuhle Allah, 470. <br>15) ni’mat Tuhan bri cit le sileupah = niekmat Tuhan bri cit le sileupah, cuco Ibrahim deungon Israi = cuco Ibrahim deungon Israi, teukukui laju bandum geusujud = teukukui laju bandum geusujud,geumoe meu ‘eut – ‘eut geuingat Allah = geumoe meu’eut-‘eut geuingat Allah, 471. <br>16) chopeu’at = syufu’at, sokmok = s’ok m’ok, tan le meubeukah = tanle meubeukaih, 475. <br>17) neukheun boh tatiek tungkat hai Musa = neukheun boeh tatiek tungkat hai Musa 477. <br>-boh = buah ( ? ) <br>-boih = buang (? ) <br> <br> <br> <br> Begitulah, masalah ejaan bahasa Aceh amat beragam dan centang-prenang hingga hari ini. <br> <br>Berkali-kali seminar, kongres, diskusi dan workshop telah dilaksanakan yang kesimpulannya antara lain mendesak “Pemda Aceh” agar menyeragamkan ejaan Bahasa Aceh, namun selalu nihil hasilnya. <br> <br> Sama sekali; tak ada yang peduli!. Akibatnya, kekacauan ejaan bahasa Aceh semakin merajalela. <br> <br> <br> Di kalangan Komunitas Pengarang Cae Aceh AcehTV, yang pernah berusia sekitar 3 tahun; juga terjadi ketidak-seragaman dalam penulisan ejaan bahasa Aceh untuk cae-cae Aceh mereka. <br> <br> “Karab lhee ploh droe nyang tuleh cae, mungken rab lhee ploh macam cit ejaan bahasa Aceh”( Hampir 30 orang yang menulis syair, mungkin hampir 30 macam pula ejaan bahasa Aceh mereka), <br> <br> <br> jawab Medya Hus dari rumah beliau melalui telepon seluler pada suatu sore beberapa waktu lalu, menjawab pertanyaan saya yang sedang menulis artikel ini. <br> <br> <br> Saya sendiri, yang hingga kini telah menyalin/alih aksara 40 judul “Hikayat Aceh” dari huruf Arab Melayu/Jawoe ke huruf Latin; juga menulis bahasa Aceh dengan ejaan versi saya sendiri. <br> <br> <br> <br>Perlu Qanun yang Tegas <br> <br> Dalam hal ini, agar corak dan model ejaan bahasa Aceh tidak semakin bermacam-ragam dan runyam, maka campur tangan Pemerintah Aceh amat diperlukan. <br> <br> Hanya dengan sebuah qanun, maka problema ejaan bahasa Aceh yang bagaikan ‘penyakit kronis-akut’ itu bakal segera teratasi. <br> <br> <br>Lantas, ejaan bahasa Aceh jenis apa/siapa yang diseragamkan; diresmikan Pemda Aceh itu?!. <br> <br> Versi Belanda alias Snouck Hurgronje?, Medya Hus, versi Dr. A.Gani Asyik,MA, Drs. Ameer Hamzah, ragam para pengarang Cae AcehTV yang hampir 30 macam itu; ataupun versi saya; T.A. Sakti?. <br> <br>Mengenai hal itu kita serahkan pada kesepakatan atau keputusan musyawarah para pakar bahasa dan sastra Aceh!. <br> <br> Oleh karena itu, ke depan kita amat mengharapkan tampilnya tokoh-tokoh Pemerintahan Aceh yang peduli kepada nasib Bahasa Aceh yang kacau-balau ejaannya seperti sekarang. <br> <br> Kalau terus saja terbiarkan, berarti semakin bertambah pula jumlah ragam penulisan ejaan Bahasa Aceh. <br> <br> Terpilihnya Gubernur Aceh yang ‘cinta bahasa Aceh” dalam Pilkada Aceh tahun 2024 adalah dambaan kuat kalangan pencinta bahasa dan sastra Aceh. Semoga, Insya Allah!. <br> <br> <br> <br> <br>*Penulis, adalah peminat manuskrip, bahasa dan sastra Aceh. <br> <br>*Tambeh: Sebelum penyesuaian, artikel ini pernah dimuat dalam rubrik Opini, Serambi Indonesia beberapa tahun lalu dengan judul”Ejaan Bahasa Aceh, Siapa Peduli?” . <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br> BINATANG UBIT KADIT LAM DONYA <br> <br>(Binatang Cilik Tinggal Sedikit di Dunia) <br> <br> <br> <br>Oleh: T.A. Sakti <br> <br> <br> <br> Leubeng <br> <br>Assalamu’alaikom tanglong pisang klat <br>Katrok lom sahbat lon ba haluwa <br>Aleh cit mangat atawa luwat <br>Neupiyoh siat neucuba rasa! <br> <br> <br>Alhamdulillah pujoe Hadlarat <br>Ca-e nyang singkat lon keumeung rika <br>Kisah lon khusus akan latbatat <br>Binatang ubit nyang jinoe langka <br> <br>Miseue ban Leubeng rupa mirah that <br>Badan jih ubit payah glip mata <br>Kayem aneukmiet boh “pidit” jikap <br>Ngon peuglah mangat boeh minyeuk peuja <br> <br>Nyang leupah payah aneuk tapakat <br>Wab ji takot that keu minyeuk peuja <br>Geupayu-payu geurando geusyab <br>Kadang ‘oh teungeut geuluem geuraba <br> <br>Minyeuk U seu-uem geutaguen siat <br>Bruek kreueng keu teumpat mustajab raya <br>Bruek kreueng ka jareueng Leubeng tan meupat <br>Jinoe hai sahbat bandua langka <br> <br>Leubeng lam naleueng sinan meuteumpat <br>Hantom teurlihat ngon dua mata <br>Sabab that ubit haloih meu-asap <br>Hanasoe tupat jih rumoh tangga <br> <br>‘Oh jikap aneuk baro Ma tupat <br>Lam lipat-lipat ‘boh pik’ aneuknda <br>Ngon tangke ranub geutop-top leugat <br>Leubeng meukeumat mirah wareuna <br> <br>Geucok geupingkom geulhom lam jeurat <br>Palak geuh that-that deundam meumbara <br>“Kah Leubeng paleh kupeh ban asap <br>Aneuk kee kakap keumong meuh’a h’a!!!” <br> <br>‘Bek duek lam naleueng hai Agam batat <br>Teulhon ngon bulat luweue hantom na!!!” <br>Meunan di Poma ka geupeu ingat <br>Di Sinyak Amat geureuhing saja! <br> <br>Nyan kudoe jameun bacut lon sambat <br>Luweue jareueng that jingui aneuknda <br>Umu lhee-peuet thon le teulhon bulat <br>Luweue sok siat geuba keurija <br> <br>Luweue meuseuke, peng meusaket that <br>Teuma lom adat cit meunan rupa <br>Aneukmiet jinoe pompes teubai that <br>Leubeng that luwat bee sy’ueng meutaga!! <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br> PIET <br> <br>Alhamdulillah sang-sang meukeunong <br>Bahle ta seumong ca-e baroesa <br>Bak Medya Hus ulon peureunong <br>Neukheun beukeunong ngat leubeh gura! <br> <br> <br> <br>Keu Piet nyang likiet kisah ta seumong <br>Kayem peukeumong lumpuek bruek mata <br>Taklok ngon gukee han keunong-keunong <br>Ji musom lam Ngom sibulee mata <br> <br> <br> <br>Kadang meukarat payah pakat Ngon <br>Cok Piet kumarom bek reudom mata <br>Masak sikai breueh geuklok han keunong <br>Nyang na meugram-gram teubiet ie mata <br> <br> <br> <br>Meunyo aneukmiet hana peue tanyong <br>Bah mata keumong han jibri raba <br>Jiklik bantangan payah YAH sadong <br>Cok Piet teungoh dom geumita cara <br> <br> <br>Geupeugotle pak rinthak deungon NGON <br>Badan Piet teuglong ngon kong geuhila <br>Piet teugeuleuntit lam abee teulhom <br>Geucok geupingkom sira seurapa <br> <br> <br> <br>“Hai Piet catok broek beudok seuniwon <br>Peue ka keumarom bak bineh mata <br>Mata ka lukip bit raya keumong <br>Ku pingkom-pingkom hai Piet ka rasa!” <br> <br> <br> <br>Haba pingkom Piet cit dhiet meukeunong <br>Buet ureueng inong get geucalitra <br>Ngon babah w’et-w’ot lom muka meuhoeng <br>Gaki geutinggrom jaroe meuputa <br> <br> <br> <br>Sang Piet geupriek-priek geugidong-gidong <br>Mangat rijang kom geuple ie sira <br>Sabab that palak ngon Sundak geurhom: <br>Manok keumarom k’op-k’op dilingka <br> <br> <br> <br>Boeh soe han palak hai Cutkak Tunong <br>Ji mumat that kong Piet wabaputa! <br>Jibalek-balek meulungkop teugom <br>Cutiet han keunong lipeh leupah na <br> <br> <br> <br>Geupeunyum-peunyum Nunnyok ngen Ginong <br>Kayem meuteugom cit bulee mata <br>Peue lom ngon mata lumpuek ka keumong <br>Keunong han keunong gukee geuraba <br> <br> <br> <br>Mata tan meuklep babah meungom-ngom <br>Nyang theun ka bingong teubiet ie mata <br>Bek jadeh cok Piet hai Cuda bungong <br>Nyang nacit beephoeng bee naf’ah gata <br> <br> <br> <br>Piet lam geuliyueng laen lom bangon <br>Di dalam keumong saket lagoi na <br>Sang su meu ‘u’u karu meudeungong <br>Teubingong-bingong ureueng nyang rasa <br> <br> <br> <br>Piet lam geuliyueng geusyot ngen runong <br>Awe geupotong geuplah-plah lanja <br>Meunyo hanjeuet nyan geutanyong-tanyong <br>Baroh ngen Tunong ureueng bri cara <br> <br> <br> <br>Taple ie bakong Piet gadoh nyawong <br>Kheun Teungku Sarong di Ujong Rimba <br>‘Oh mate tasyot ngen awe gulong <br>Ta sinthong-sinthong thok-thok keupala <br> <br> <br>Laen lom lagee kheun Toke Sabon <br>Gobnyan le keubon di gampong Lala <br>Piet lam geuliyueng bek boeh ie bakong <br>Lheueh nyan hanjeuet crong rijang klo gata! <br> <br> <br>Ngon minyeuk seu-uem po Piet beukah lhong <br>Mate meusinthong teubiet uluwa <br>Geuliyueng puleh nyang reugeh tummbon <br>Kheun Toke Sabon peue beutoi hana(?) <br> <br> <br>Bukonle sayang kayee Jeuraloh <br>Sabe hana boh sampe ‘an tuha <br>Laju kisah Piet tanyoe meuteuoh <br>Panyang lon rawoh ngat samporeuna <br> <br> <br> <br>Asai teumpat Piet uteuen lampoh soh <br>Trok saboh-saboh kadang angen ba <br>Nanjih Piet Angen ureueng meuteu-oh <br>Bak jak meurawoh sangkot bak ija <br> <br> <br>Bak mita pineung bak jak pot U groh <br>Uteuen lampoh soh kayem meudoda <br>Ka meusawak Piet puwoe u rumoh <br>Udep ji mamoh darah bak mata <br> <br> <br> <br>Kameng Keubiri Leumo Apa Ngoh <br>Kayem Piet seunoh geuliyueng dada <br>Keubeue nyang meurot Mie-ong di rumoh <br>Geuliyueng peunoh bak Piet meucuca <br> <br> <br>Tuwah nasib Mie tinggai di rumoh <br>Kadang Apa Ngoh geutem usaha <br>Geutem cutiet Piet geurinthak geulhoh <br>Abeh Manok coh preh diyub tangga <br> <br> <br>Leumo ngen Keubeue dalam weue rumoh <br>Cicem meusunoh nyan Piet jimita <br>Cempala Ekbam dum Piet jimamoh <br>Seupot ngen beungoh lam weue jiteuka <br> <br> <br>Peuteubiet u Blang jak meu’ue beungoh <br>Watee poh siploh piyoh seunia <br>Keubeue jimeurot Kuek seutot mehmoh <br>Jidong rueng teungoh Piet jijak mita <br> <br> <br>Leumo Lem Cut Gam kambam lampoh soh <br>Trok dua-lhee boh po Cicempala <br>Ngon Tiyong batee kadang museunoh <br>Karat-karat coh bandum Piet pahna <br> <br> <br> <br>Jinoe ka jareueng ureueng meuteu-oh <br>Aneuk Piet mamoh bak teungoh mata <br>Ka watee langka Piet lingka rumoh <br>Aleh tamah jroh aleh jeuet bala(??!! <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br> KUMBANG <br> <br>Assalamu’alaikom tanglong jeunulang <br>Sambong keunarang ulon peutamong <br>Mudah-mudahan beujeuet hiburan <br>Seurta peudoman agam ngon inong!! <br> <br> <br> <br>Jinoe taputa haba keu Kumbang <br>‘Oh jiteureubang sujih meudeungong <br>Ijo meucahya sayeueb sipasang <br>Toe iku sikhan mirah meuganong <br> <br>Kayem cong siren jipopo Kumbang <br>Cong limeng masam meusu ban lingong <br>Aneukmiet jaklet jitapih rijang <br>Seumpom droe Kumbang sang tanle nyawong <br> <br>Japura-pura mate ka ceukang <br>Akai po Kumbang leupah meukeunong <br>‘Oh tanle ureueng muka beulakang <br>Laju teureubang meudeungong-deungong <br> <br>Nibak cruk takue boeh beuneung pisang <br>Peureulee panyang sambong ngon runong <br>Laju jipopo dilinggang-linggang <br>Teukhem-khem Sigam leupah meukeunong <br> <br>Beuneung bak jaroe jimatle Sigam <br>Dilikot Kumbang plueng-plueng sira dong <br>Kadang pih putoh kalheueh di Kumbang <br>Lagee plok beukam si Agam bingong <br> <br>Di dalam uteuen le jeuneh Kumbang <br>Bee kh’ep dum badan ladom phet meuhong <br>Kumbang bak Reudeub iek jih that tajam <br>Muka teuh leumbam ‘oh watee keunong <br> <br> Kumbang bruek Ijo cong bak Keutapang <br>Meuhong hanaban ulee teuh bingong <br>Kumbang ek Asee pih saboh garang <br>Luwat takalon badan jih beephong <br> <br>Nyang paleng indah rindu tapandang <br>Kumbang bak Siron nyang su meudeungong <br>Jinoe ka langka leupah that sayang <br>Sang aleh kadang jiweh lam gunong!!! <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br>*Tambeh: <br> <br>1) Kumbang banyak jenisnya. Dalam bahasa Aceh dan bahasa Indonesia, namanya sama yakni Kumbang. <br>Kumbang yang paling kita ingat selagi kecil adalah kumbang yang berwarna hijau bercahaya. Di bagian leher, ujung sayap berwarna coklat berbinar. <br>Dulu, anak-anak mengikatnya di leher dengan tali kulit batang pisang. <br> <br>Ketika dilepas ia terbang dengan suara berdengung, sang anak mengejarnya di belakang sambil memegang tali pisang. Terkadang ia lepas terbang...si anak kebingungan. <br> <br> Sesudah kita dewasa, ada rasa menyesal sudah membuat jera binatang ciptaan Tuhan..........!. <br> <br> <br>2) Agar nama dan nomor HP Tuan Tuan dan Puan Puan dapat muncul keatas layar, saya mohon Anda tulis sesuatu seperti: ya, ah, ih, oh, subhanallah, masya Allah dsb. <br> <br>3) Pada himbauan saya yang lalu, hanya muncul 5 orang. <br> <br>Padahal lebih ratusan orang masih tersembunyi akibat HP saya rusak setelah diperbaikinya. <br> <br> <br> <br> <br> <br> H’UENG <br> <br>Alhamdulillah lon ato kalam <br>Beutrok bak tanggam lagi lom teuntee <br>Beulam sijahtra uroe ngon malam <br>Syeedara rakan wareh ngon sampee <br> <br>Tatamah kisah keu H’ueng nyang itam <br>Umpung lam lubang peuruhung kayee <br>Lagak bak takue kuneng meutanggam <br>Bak punggong ukam bisa ban sitree <br> <br>Yoh masa dilee aneukmiet Agam <br>Drop H’ueng jipasang boeh lam Keh kayee <br>Cok beuneung kilang panyang ji reuntang <br>Halo-haloan telepon bri thee <br> <br>Sang-sang Radio di kanto Medan <br>Peugah yum barang bak Toko Puree <br>Di Kota Bakti peugah u Calang <br>Nyang dari Sabang peugah u Saree <br> <br>Watee musem nyan geumbira hanban <br>Aneukmiet Agam jak dum meuree-ree <br>Rame mita H’ueng umpung jikuran <br>Culok u dalam ji gege kayee <br> <br>Laju H’ueng beungeh ‘et-‘et di dalam <br>Hai aneuk Agam peue ka peujra kee <br>‘Oh rayek tanyoe ka teuka sayang <br>Sabab binatang tulong jilakee!! <br> <br>Itam lagee H’ueng saboh sinderan <br>Keu ureueng itam lagee ngeu kayee <br>TAPI ASAI LE PENG DALAM REUGAM <br>Beuthat beuhitam geutueng meulintee <br> <br> <br>Yoh masa awai dilee saboh jan <br>Bara peulangan su H’ueng meu-’ei-’ei <br>Meutiriep umpung ruhung disinan <br>Rumoh Aceh nyan tan “syarat kayee” <br> <br>Meunan kheun Utoeh toe Lampoeh saban <br>Nan Utoeh Juhan carong “Fai kayee” <br>Guree Nabi Noh yoh peugot sampan <br>H’ueng hantroh keunan jitakot padee!!! <br> <br> <br> <br>*Tambeh: <br>1) H’ueng, binatang sejenis kumbang berwarna hitam bercahaya. Saat terbang bunyi sayapnya berdengung. <br>Biasa membuat sarang paya batang kayu yang sudah mati. Sering pula bersarang pada bingkai Tulak Angen( Tolak Angin) pada Rumoh Aceh tempo dulu. <br> <br>2) Sekarang, binatang ini sudah langka. <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br> UJO <br> <br>(Kumbang pemangsa pucuk kelapa muda) <br> <br> <br> <br>Assalamu’alaikom hukom meuteulak <br>Nibak ureueng jak keu awak nyang DU <br>Kisah keu Ujo jinoe talacak <br>Binatang lagak kayem bri tunu!! <br> <br>Ureueng nyang jeumot keu Ujoe palak <br>Sabab habeh phak bandum bijeh U <br>Phon-phon lam seume di guyak-guyak <br>Trok dara ramphak mantong ji eumpu <br> <br>Sabe tajaga siat hanjeuet glak <br>Silap sitapak mate aneuk U <br>Beuna ta saweue kayem tajak-jak <br>Trok Ujo likak tadrob taburu <br> <br>Beungoh poh lapan kayem Ujo jak <br>Jipo jilikak lingka lampoh U <br>Meunyo na tanyoe tagu tanoh cak <br>Keunong bak utak ka mate teudu <br> <br>Kadang tan tanyoe ka jadeh palak <br>Ujo jilantak dalam pucok U <br>Sinan jitoh boh jitoh ek ngen phak <br>Lheueh nyan ji keuprak ka jipo meupru <br> <br>Hanjan sibuleuen cit katrok bak hak <br>Teukeupak-keupak layee pucok U <br>Pucok ka mate hanale ramphak <br>Watee ta rinthak ka putoih laju <br> <br>Bak uram pucok kabeh Uek lantak <br>Jikap meukrak-krak sabab nyan breueh bu <br>Uek aneuk Ujo puteh sang pirak <br>Rumoh that lagak dalam pucok U <br> <br>Awai takalon ta labon beuphak <br>Meuhan jilantak trok bak uboe U <br>U mantong udep rijang tatulak <br>Meung uboe rusak jadeh mate U <br> <br>Jeuet pula laen tan guna palak <br>Dak tapreh ngon dak han timoh Teungku! <br>Ureueng nyang jeumot teuntee han glak-glak <br>Beu-o teukeupak sabe lam tunu!! <br> <br>Meusoe boeh tangkai Ujo bek cabak <br>Bak U han rusak udep jih luhu <br>Syarat ditangkai bek that rijang glak <br>Ji beukaih tapak keunan talalu <br> <br>Tatoh iek beungoh lam bruek geuleupak <br>Taple lam ramphak nyan peuleupeuek U <br>Lam lungkiek pucok banduwa pihak <br>Meungna tinggai krak uram tasibu <br> <br>Ngon sabab bee sy’ueng Ujo han dijak <br>Mumang teukeupak jiplueng meu’u’u <br>Jipeugah bak ngon kee hanle kujak <br>Rab muntah berak kee pansan teudu <br> <br>Aleh peue jiboeh Manu jen lantak <br>Bee that meuhayak utak teuh kra-kru <br>Adak deuek mate hanle kujak-jak!! <br>Ku peusep Bu krak atra Nek Meulu! <br> <br>Laen nibak nyan tangkai ngat ramphak <br>Taboeh duwa krak sumpai lam siku <br>Jeuet on keureusong lam lungkiek tasak <br>Peuleupeuek kuwak sak rapat laju <br> <br>‘Oh rayek bak U u ateueh jigrak <br>Tanyoe bek glak-glak sak rapat laju <br>Sira jak ple iek sumpai pih tasak <br>Beuthat ueh tapak bek karu-karu <br> <br>Tan teupeh Ujo bak U meusigak <br>Rayek meugrak-grak pucok jih luhu <br>Meulhee thon umu laju meuri Bak <br>Po Ujo palak ka glak kurek U <br> <br>Baro watee nyan ureueng Po cangklak <br>Jeuet keuprak-keuprak preh ji meuboh U <br>Bah that pih mantong kadang Ujo tak <br>Paleng le sibak kheundak Tuhanku <br> <br>Masa Beulanda na haba sikrak <br>Kisah nyan nibak Ponek Rot Timu <br>Jameun ‘oh geukoh bak U ngon gampak <br>Uram payah sak tatanom laju <br> <br>Meunan peurintah atoran bijak <br>Hanjeuet tatulak beuthat beutunu <br>Meunghan ji deunda “siringget pirak” <br>Hansep limong bak tapeubloe bak U <br> <br>Meunyo uram U teudu meubak-bak <br>Ujo that galak keunan jituju <br>Jak pajoh umpeuen hidang lam tabak <br>Jitoh boh meukrak ‘oh ceh meutabu <br> <br>Tangkai sipeue treuk buet ureueng bijak <br>Supaya jarak Ujo nibak U <br>Lam lampoh teubee bijeh U tasak <br>Ujo hanjeuet jak teusie-sie iku <br> <br>Jipo-po jeuoh jilikak-likak <br>Jipandang ubak teubee lampoh U <br>Jikheun bak rakan bek jadeh tajak <br>Lheueh jipeutapak jiwehle meubru <br> <br>Hikayat Ujo panyang that hai Kak <br>Lon harap bek glak neubaca laju <br>Buhu tatuka ngat leubeh ramphak <br>Bak ujong sanjak bekle ak ngen u <br> <br>Di Rumoh Teungoh le ureueng patah** <br>Mukim gob peugah nan Bungong Taloe <br>Badan po Ujo itam sileupah <br>Rueng takue mirah gagah seureuloe <br> <br>Sikrak beurale hi lagee gajah <br>Aleh cit babah euntah hidong droe <br>Jipo meudeungong suara indah <br>Taturi bagah nyankeuh su Ujo <br> <br>Aneukmiet dilee jan bak U geuplah <br>Meureupah-reupah jak eu tiep uroe <br>Ladom jak beungoh ban uroe beukah <br>Ladom jisinggah Sikula jiwoe <br> <br>Jibalek gue U on jipeusiblah <br>Jiploh beureukah bak tamon baroe <br>Jimita Ujo galak sileupah <br>Saboh meuribaih jipeucrok ngen troe <br> <br>Payah meuteumeung Ujo plueng lincah <br>Teureubang bagah gohlom tapeutoe <br>Meujan-jan jidrop soe tapih bagah <br>Lheueh meutak galah bak tapih Ujo <br> <br>Ujo jiikat Sinyak Beuransah <br>Bak cruek takue sah ka jiboeh taloe <br>Jipeupo-peupo meudeungong indah <br>Lheueh nyan jikeubah lam eumpang ragoe <br> <br>Keu Patok rukok peuget si ulah <br>Beurale gajah jikoh bak Ujo <br>Jipiep rot ujong bakong rot beukah <br>Rupa sa leupah Patok nyang tabloe <br> <br>Jinoe taingat cit sangat teulah <br>Binatang taplah deumi seunang droe <br>Piasan yoh ubit na rasa salah <br>Mudahan Allah ampon geutanyoe!! <br> <br>Taingat Ujo le tinggai kisah <br>Ladom meudarah wab meukhok bak dhoe <br>Bak tiyeueb Ujo toe paya Pojah <br>Trieng rancong siblah teugeng sinan toe <br> <br>Jinoe ka langka Ujo ban gajah <br>Sang kadit leupah dalam ‘alam nyoe <br>Bak saboh pihak Alhamdulillah!! <br>Cuco Nek Beusah tan turi Ujo(??) <br> <br> <br>*Tambeh: <br>1) Ujo, sejenis kumbang, saat terbang suara sayapnya berdengung. <br> <br>2. Di bagian kepala ada semacam belalai, dan badannya pun mirip gajah. Belalai itu dicopot anak-anak dijadikan pipa rokok. <br>Begitulah, dunia anak-anak masa dulu ‘bergembira” atas penderitaan makhluk Tuhan. <br> <br>3. Anak-anak sering menangkapnya sebagai permainan. Diikat di leher dengan benang batang pisang, ketika ia terbang anak-anak berlarian di belakang. <br> <br>4. Kini binatang Ujo sudah langka. Tentu bukan gara-gara ditangkap anak-anak tempo dulu. <br> <br>**. Rumoh Teungoh, tempat saya berobat patah kaki (April 1986 – April 1987), berada di Gampong Ujong Blang, Mukim Bungong Taloe, kecamatan Beutong, kabupaten Nagan Raya ( dulu kabupaten Aceh Barat), provinsi Aceh. <br> <br>Kaki kanan saya patah akibat musibah di Jalan Raya, saat pulang ke kampus dari tugas KKN-UGM pada hari terakhir. <br>Tugas KKN saya di desa Guli, kecamatan Nogosari, kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. <br> <br>( T.A. Sakti ) <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br> SIDOM BAET <br> <br>Assalamu’alaikom saleuem lon peu-et <br>Disyeb u Mugreb trok lungkiek gunong <br>Ca-e Bak Jambo apui beu-udep <br>Meungkayee hansep bah tatot runong <br> <br> <br>Paleng meut’iet-t’iet jikap lam Baet <br>Umpung jililet lingka bak bungong <br>Cit payah syen-syen bak peutheun saket <br>Geupiret -piret mangat bek keumong <br> <br> <br>Pat nyang sidom kab tagaro beutreb <br>Bisa lam Baet hanapepe tanyong <br>Citna peupatah ‘et saboh bayet : <br>“Sidom Baet sipat jikab lhee pat saket” <br> <br> <br>Ladom aneukmiet beureughek sulet <br>Jihoi Si Wahed teungoh cok reunong <br>Ji peugah Cicak teungoh meulet-let <br>Ladom Bonbon phet pura jok keu Ngon <br> <br> <br>Rakan ka dijak jidong meu-apet <br>Umpung lam Baet sinan meutamon <br>Gaki ka jikab laju jicupet <br>Di Agam sulet jiplueng u Tunong <br> <br> <br>Pat saja mantong jiduek lam Baet <br>Umpung ban buket meuseumong-seumong <br>Peuelom musem khueng ujeuen tan siblet <br>Umpung lam Baet dileuen ban gunong <br> <br> <br>Umpung jih panyang meuliwet-liwet <br>Lagee Seunapet Seulawah Inong <br>Jan-jan jireuloh uleh Si Mayed <br>Hana padum treb lom-lom jiseumong <br> <br> <br>‘Oh musem ujeuen dileuen meulep-lep <br>Sayang lam Baet dum habeh bingong <br>Payah meungungsi mita Cot -Buket <br>Barang meutrep-trep rayueng deungon Ngon <br> <br> <br>Umpeuen deungon boh jime u buket <br>Nyang saket syiret reumatik keumong <br>Cit lam seutia seunang deungon phet <br>Meunan lam Baet akai that keunong <br> <br> <br> <br>Diyub Moh jidom dum sidom Baet <br>Mirah ban Pijet yub rumoh inong <br>Meung Rumoh Aceh hanthat meupiret <br>Sayang leupah phet “Rumoh Beulangong” <br> <br> <br>Rumoh bak tanoh kajeuet peunyaket <br>Meunyo lam Baet sinan meunawong <br>Peuelom ‘oh jikab that saket-saket <br>Garo beutreb-treb babah meungom-ngom!! <br> <br> <br>Na aneuk manyak umu goh lawet <br>Meuliwet-liwet jak baroh-tunong <br>Jiklik siat-at buet sidom ceupet <br>Leumbam meutiriep bak badan keumong <br> <br>Kap saboh-saboh palak hana trep <br>Nyang leupah saket jikap meutamon <br>Peuelom di Cuda laloe meupetpet <br>Soe publa pih treb dang trok Nek Tunong <br> <br> <br>Jiklik kaseb gleuen di leuen Pang Mayed <br>Hoi Tabib Taleb bisa geujak H’ong <br>Lagee boh bajek keureutuet kulet <br>Keu suai saket hanapeue tanyong <br> <br> <br>Ka geutot suwa Ayahwa Mayed <br>Geulhiet peulilet pat-pat na Sidom <br>Habeh keurikeb tutong lam Baet <br>Sidumnan saket hate ceumeungom <br> <br> <br>Na cara laen use lam Baet <br>Hana that saket tan gadoh nyawong <br>Ngon bubok kupi tabu talilet <br>Pat jiduek Baet umpung meutamon <br> <br> <br>Deungon “seumaloe” bee bubok nyang phet <br>Jiweh lam Baet hanjan seun limong <br>Sampe dua thon sidumnan lawet <br>Trok lom lam Baet ‘oh gadoh meuhong <br> <br> <br>Meungka teuka lom bek sagai peutreb <br>Tabu bubok phet beuleubeh keunong <br>Meunyo watee phon seb deungon lhee blet <br>Jinoe bek peuseb meunggoh trok limong <br> <br> <br>Jiweh lom Sidom habeh kom phet-phet <br>Meuthon-thon lawet hanle jitamong <br>Rumoh ka sihat tanle peunyaket <br>Dak tameurateb khusy’uk lam nyawong <br> <br> <br>Serambi Indonesia dilee di Baet <br>Haba gob peu-et baroh ngon tunong <br>Peuekeuh gampong nyan asai LAM BAET <br>Sidom that saket kab ureueng keumong(???) <br> <br> <br>*Tambeh: <br>- Sidom = semut <br>- Baet = jenis semut merah yang sedang badannya. <br> <br>1) Sidom baet, biasanya membuat sarang di pinggiran rumah dan gedung atau di kaki tiang Rumoh Aceh tempo dulu. <br> <br>2) Saat musim kemarau, di halaman rumah pun dibuat sarang. Bentuknya berderet panjang bagikan gugusan gunung Bukit Barisan. <br> <br>3) Bila kumbang Ujo, kejahatannya memakan bibit tanaman kelapa (bijeh U), maka Sidom Baet menyakitkan tubuh kita karena gigitannya. Semut ini terkesan sadis dan buas, cepat sekali menggigit terhadap apa pun yang mengganggunya. <br> <br>4) Mulutnya amat berbisa, dan kalau banyak semut yang mengeroyok kita, bisa menimbulkan demam panas. Apalagi yang digigitnya anak kecil. <br> <br> <br>( T.A. Sakti ) <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br> <br> MEUK <br> <br>Alhamdulillah kisah ka paneuk <br>Hanle meu-iseuk sang hek ka mumang <br>Lon lakee meu’ah haba meusireuk <br>Panyang ngon paneuk kadang tan timang <br> <br> <br>Kisah binatang kadang meusiseuek <br>Kabeh lon supreuek dalam karangan <br>Haba tan meupeue roh lon peubeuheuek <br>Cit hantom gob weuek reunteh lageei nyan <br> <br> <br>Karoh teulanjo tuto meusireuek <br>Nibak lon duek-duek peulale tangan <br>Ulon saket pha tan meuho iseuk <br>Bek meugeurasuek kaco pikeran <br> <br> <br>Ulon tulehle peue-peue meubayeuek <br>Mulai Cakeuek trok Cicem Subang <br>Jinoe keu neulheueh lon kisah keu MEUK <br>Dang-dang meuseupreuek laen pikeran!! <br> <br> <br>Ca-e Bak Jambo tabantu bek deuek <br>Bek sampe euntreuek habeh karangan <br>Wahe rakan lon boudoih bekle duek <br>Kirem bek ceuek-ceuek laju karangan <br> <br>Keu ACEHTV sinan na neuleuek <br>‘Oh masak intreuk mangat hanaban <br>Buet Medya Hus nyang puta aweuek <br>Bah neukirem bruek ek jeuet keu intan <br> <br> <br>Carong bak pileh geupeugleh siseuek <br>Lagak sang sineuek intan-beurlian <br>Meu’ah deesya lon pat-pat na meupeuek <br>Jinoe lom keu MEUK ulon peuriwang <br> <br> <br> <br> <br> <br>Dilee ‘oh malam le that jipo Meuk <br>Watee ta jingeuk nyan Kunang-kunang <br>’Oh watee jipo cahya meusipreuek <br>Aneukmiet let Meuk hate that seunang <br> <br>‘Ohka jiteumeile Sinyak Riweuek <br>Ka jipasoe Meuk dalam peuluman <br>Lheueh nyan jihudom meujingeuk-jingeuk <br>Cahya punggong Meuk hate teurtawan <br> <br>Nyang ladom pasoe lam kaca minyeuk <br>Ji sumpai euntreuk deungon on pisang <br>Lam kaca ta eu blet-blot cahya Meuk <br>Jan-jan meusireuk bak ek u manyang <br> <br>Meung na dua-lhee ka jipasoe Meuk <br>Blet-blot meusipreuk sang Kuta Midan <br>Aneukmiet seunang rayueng-rayueng Meuk <br>Sampe ‘an teungeut ka jula malam <br> <br>‘Oh watee uroe tan cahya po Meuk <br>Jih meugeurasuek luwat ta pandang <br>‘Oh watee malam siat bek taseuk <br>Dumnan lagak Meuk beusabe sajan <br> <br>Nibak punggong Meuk cahya meusipreuek <br>Meunan peuneuduek ciptaan Tuhan <br>Saboh cairan hitam meuneuk-neuk <br>Watee jipo Meuk lagee ek bintang <br> <br>Punggong meumet-met meu-iseuk-iseuk <br>‘Oh malam euntreuk cahya jih bandrang <br>Lam seupot culok meung le jipo Meuk <br>Sang sinte peuet neuk ubat di dalam <br> <br>Lam kulam tuha le bak crot-eumpeuk <br>Sinan le that Meuk ‘oh watee malam <br>‘Oh lheueh troe umpeuen jipo meusipreuek <br>Kadang ta eu Meuk sang toe ngen bintang <br> <br>Nyang po leuen rumoh kadum nan beuheuek <br>Karoh lam aweuek Sinyak Dorraman <br>Pasoe lam kaca atawa lam bruek <br>Ji peulheueh euntreuk meung umu panyang <br> <br>Jameun tan WC toeh ek lam abeuek <br>Jan geukalon Meuk geusangka syaitan <br>Geuplueng cot gateh dum ek meupeuek-peuek <br>Trok gampong geuduek : toeh tinggai sikhan <br> <br>Pakon geutakot Lem Lambot Riweuek <br>Kareuna di Meuk jipo tan manyang <br>Geusangka Rimueng nyang ban meu-aneuk <br>Kayem di jingeuk toe umong Cot Drang <br> <br> <br> <br>Atawa Burong Punjot meuseukk-seuek <br>Nibak ureueng ceuek cit le that waham <br>Jeh di Meuk keudroe mita Bu beuheuek <br>Sayang ureueng ceuek habeh meuligan <br> <br>Bak seuram-seuram meung na jipo Meuk <br>Ureueng nyang gusuen macam pikeran <br>Miseue bak uteuen jen seumbo aneuk <br>Kheun Utoh Paneuk sinan bee bawang <br> <br>Meunyo disinan kayem jipo Meuk <br>Tanda po aneuk saket bangkaran <br>Geutanyoe insan bek keunan taseuek <br>Meusabab euntreuk jih’ongle rijang <br> <br>Gob tengoh saket tanyoe peukak-kuek <br>Ji teumeung giduek pansan disinan <br>Meunan geupeugah Apa Man Riweuek <br>Digobnyan that ceuek nyang meunan-meunan!! <br> <br> <br>Catatan : nama orang dan nama tempat bukanlah yang sebenarnya, tetapi agar sesuai pakhok-santok ca-e Aceh saja!. <br> ( T.A. Sakti )